Media Belajar Hindu

OM AVIGNAM ASTU NAMOH SIDHAM

Iklan Leo Shop

Pasang iklan disini

TWITTER

Powered by Blogger.

SARANA UPACARA YAJNA

On 11:34 PM with No comments




PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang

Berbicara tentang Yajna, maka sudah tentu tidak terlepas dengan sarana atau peralatan yang diperlukan atau dipergunakan dalam kelancaran pelaksanan korban suci (Yajna) itu sendiri. Sarana upacara Yajna sangat penting artinya untuk keberhasilan dari suatu Yajna yang dipersembahkan oleh umat Hindu.
Sarana upacara Yajna merupakan media konsentasi untuk dapat mendekatkan diri dengan Ida sang Hyang Widha Wasa dan sebagai alat menghubungkan diri atau menyatukan diri dengan penuh kesucian kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa berserta manifestasinya yang dapat dipujanya. Dengan mengunakan sarana upacara tersebut bahwa umat hindu tidak saja dapat menghubungkan diri dengan penciptanya, tetapi dapat pula menciptakan suasana yang harmonis antar lingkungan, sesama manusia, tumbuh-tumbuhan, para pitara (roh suci leluhur), serta keharmonisan kehidupan lainya dalam kehidupan didunia ini.
Segala jenis sarana upacara Yajna yang dipergunakan oleh umat  Hindu tentunya memili makna/arti dan fungsi yang sangat mulia dan memili kesucian dan nilai spiritual yang tinggi sesuai dengan jenis Yajna yang sedang dipersembahkan. Melalui sarana-sarana yang digunakan dalam beryajna, tentunya mempunyai suatu harapan suci agar mencapai kesempurnaan baik secara spiritual maupun material, sehinga tujuan hidup sesuai dengan ajaran agama Hindu yaitu dapat terciptanya “Moksartham jagadhita” atau terciptanya kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin didunia dan akhirat, ya ca iti dharma yaitu dengan berbuat dharma. Mengingat pentingnya sarana upacara Yajna dalam melaksanakan korban suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu serta dalam upaya untuk menerapkan dan menegakkan dharma (ajaran agama Hindu), guna terhujudnya kebahagian yang tertinggi yakni dapat mencapai sorga.

I.2.  Rumusun Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut :
a. Bagaimana arti dan fungsi Api dan Air dalam upacara yajna ?
b. Bagaimana arti dan fungsi Bunga dalam upacara yajna ?
c. Bagaimana arti dan fungsi Buah dalam upacara yajna ?

I.3.  Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang penulisan dan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui arti dan fungsi api dan air dalam upacara yajna
b. Untuk mengetahui arti dan fungsi Bunga dalam upacara yajna
c. Untuk mengetahui  arti dan fungsi Buah dalam upacara yajna



PEMBAHASAN

II.1. Arti Dari Fungsi Api Dan Air Dalam Upacara Yajna

Arti dan fungsi api dalam upacara agama Hindu salah satu sarana dalam upacara agama Hindu adalah api. Penggunaan api sebagai sarana dalam upacara agama Hindu sangat banyak dijumpai sesuai dengan jenis Yajna yang dipersembahkan dan fungsinya masing- masing. Jenis api yang dipergunakan dalam kaitanya dengan upacara agama bukanlah jenis api biasa, namun apa yang dimaksudkan adalah api yang khusus berfungsi sebagi api sakral.
Dalam pelaksanaan upacara agama bahwa sarana api banyak digunakan, seperti dhupa, dipa, api, takep, pasepan, dan lain-lainya. Dhupa atau dupa adalah sebagai nyala bara yang berisi wangi-wangian atau astanggi yang dipakai dalam upacara dan untuk menyelesaikan upacara.  Api takep ini bisanya dibuat sedemikian rupa dan dua bilah sabut kening dan pada tengahnya ditaruh api yang telah membara, lalu salah satu bilah sabut itu dicakupkan (ditakepkan) sehinga api menjadi nyalah bara.
Pasepan adalah api sebagai nyala bara yang ditaruh diatas tempat tertentu atau dulang kecil yang diisi dengan potongan kayu yang dibaut kecil-kecil dan kering. Biasanya dipilih potongan kayu yang mengeluarkan bau yang harum : kayu cendana, kayu menyan, kayu majegau, dan lainya. Apabila sarana api belum ada dalam upacara agama, maka suatu persembahan dapat dikatan belum lengkap, karena dengan api umat Hindu dapat melaksanakan persembahan atau korban suci dengan sempurna, sarana api untuk penyucian, sarana api dapat menghalau roh-roh jahat atau mendatangkan pengaruh-pengaruh yang baik karena api sebagai pengantar, sebagai pimpinan upacara, dan sebagai saksi upacara agama Hindu. Api sebagai sarana upacara agama yang dipentingkan adalah api yang mengeluarkan asap yang berbau harum.
Berikut ini uraian yang menegaskan betapa banyak fungsi api dalam upacara agama Hindu, baik sebagai sarana persembahyangan maupun sebagai sarana pokok Yajna atau korban suci. Adapun fungsi api dalam kaitannya dengan upacara agama hindu :
a. Api sebagai pendeta pimpinan upacara
Hal ini dimaksudkan bahwa api dapat menuntun umat Hindu untuk menuju pada arah kesucian, selalu ada pada jalan yang benar (Dharma). Api sebagai lambang menuntun umat, hal ini banyak ditegaskan dalam kitab suci agama Hindu.
Agne naya supalharaye asman,wismani dena wayunani widwa, yuyudhy asmanyjuhara am enobhuyistham le nama ukiim widhena”.
Artinya :
O Tuhan, kuat laksana api, maka kuasa tuntunlah kami semua, segala yang hidup kejalan yang baik, segala tingkah laku menuju kepada-Mu yang bijaksana, jauhkan dari jalan yang tercela yang jatuh dan pada-Mu, baik penghormatan maupun kata-kata yang hamba lakukan; (isa Upanisad,18). Dalam sloka tersebut diatas ada penegasan yang berbunyi “Agne naya” Artinya api menuntun atau api memimpin dalam pelaksanaan korban suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu. Kemudian dalam kitab suci Rg Weda Mandala I ada pula ditegaskan sebagai pemimpin upacara atau purohito, yang berbunyi;
Om Agnimile purohilam Yajnasya Dewamrtwjam, hotaram ratna dhatanam
Artinya :
Kami puja agni, Pendeta utama, Dewa Pendeta Korban, Pemuja, murah hati.

b. Api sebagai perantara Pemuja dan Yang Dipuja
Menghormati dan memuja kebesara Tuhan Yang Maha Esa beserta Manifestasinya memerlukan kesucian hati atau ketulusan dan pemujanya.
Di samping unsur kesucian juga sarana api dapat sebagai sarana atau perantara untuk menyatukannya, agar Yajna itu tidak sia-sia
“Agniwayu rawibhyastu brahma sanataram, dudoha yajsiddyarta,mrgyayuh samslskdsnsm” (Mds.I.23)
Artinya :
Sesungguhnya Ia diciptakan ajaran ketiga Weda yang abadi (trayo brahma) dan api(agni), angina (wayu) dan matahari (Rawi) untuk dijadikan dasar melaksanakan Yajna. Kemudian mari kita simak beberapa sloka dalam kitab suci Bhagawad Gita sloka TV,24 dan 25 yang menegaskan bahwa apai sebagai sarana upacara untuk menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja, yang berbunyi:
“Brahma ‘rpanam brahma havir,
Bramagnau brahmana hutam,
Brahmai ‘Va lena ganlavyam,
Hrahma karma samadhima”, ( Bhagavadgita, IV,24).
Artinya:
 Dipujanya brahman persembahannya Brahman oleh Brahman dipersembahkan dalam api Brahman dengan memusatkan meditasinya kepada Brahmana dalam kerja ia mencapai Brahmana.
“Daivam eva ‘pare Yajnam
Yoginam paryupasale
Brahmagnav apare Yajnam
Yajnenai ‘vo ‘pajuhvati “. (Bhagavadgita IV,25).
Artinya:
Beberapa yogi memuja Dewata, yang lain mempersembahkan sajian, dengan jalan membaktikan pemujan ini ke dalam api brahman. Kedua sloka suci di atas telah menegaskan bahwa api sebagai sebagai sarana utama untuk menjadi perantara antara pemuja dengan yang dipuja. Makna Brahman adalah sebagai Tuhan yang dipuja oleh umat. Makna Hawir merupakan lambing atau wujud dan persembahkan umat yang berupa mentega yang dipersembahkan dalam api upacara serta huta adalah persembahan yang dilakuakn dengan meletakkan pembakaran homa. Kemudian ditegaskan pula bahwa yogi itu merupakan umat dengan penuh konsentrasi mempersembahkan Yajnanya atau sajianya yang dilengkapi dengan sarana api Brahmana.
c. Api sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat
Menyimak makna sloka Bhagavadgita IX,26: mengingatkan umat Hindu, agar setiap melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan manifestasinya itu, perlu mempersiapkan diri dengan suasana yang suci secara lahir dan batin. Demikian pula dalam pemakain apa sebagai sarana upacar, maka diperlukan sarana api yang telah suci. Atau sarana yang akan digunakan perlu disucikan terlebih dahulu, mengingat fungsi api adalah sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat. Dalam mantra astra mantra dengan jelas ada yang menegaskan sebagai berikut:
Om Am dhupa-dipa asrtaya namah”, (Wedaparikrama:102)
Artinya:
Om, suju kepada A (m), dupa (dan) dipa, astra (itu). Atau dapat pada pula diartikan: Om Sang Hyang Widhi dengan sinar suci-Mu sucikan diri hamba, (Arti dan fungsi Sarana Persembahayangan:69).
Dan mantar tersebut maknanya adalah perlunya menciptakan kesucian diri dan kesucian sarana yang dipergunakan dalam berYajna, agar kita dapat terhindar dari segala kekotoran dan hal-hal yang jahat. Selanjutnya dalam kitab suci Rg Weda Manda 1 sukta sloka 5,7, dan 10 menegaskan bahwa dengan sarana api dapat menumpas segala musuh, dapat melenyapkan segala kesedihan dan kemeralatan, serta dengan sarana api dapat pula menyucikan upakara-upakara Yajna yang dipersembahkan. Berikut ini mari kita simak makna sloka tersebut:
Ohrtahawana didiwah pratt sma risato daha, agne twam raksaswinah “. ( Rg Weda Mandala 1,12,5),
Artinya:
“O, Agni yang bercahaya, kepadamu minyak suci disapkan menyala, menumpas musush yang dilindungi setan.
“Kawiwagnimupa stuhi satyadharmanamadwar, Dewaniwacatanapi “. (Rg Weda Mandala I, 12, 7), Agni kami punya Engkau dalam Yajna, Pendeta yang selalu berbut benar. Dewa yang melenyapkan sedih.
Sa nah pawaka didiwo ‘gne Dewam iha wah, upa Yajna hawicca nah “.
Artinya:
Bawalah yang demikian itu kepada persembahan korban kami, agni, pensucikan,Undanglah Dewa-Dewa pada persembahan kami.
Kalau kita perhatikan dalam pelaksanaan upacar Twur Agung Kesanga, setelah caru dipersembahkan kemudian sore harinya dilakuakn pengerupukan dengan membawa obor mrnuju keliling desa dan mengelilingi rumah-rumah sambil menyemburkan mesui, yang maknanya adalah untuk menetralisir kekuatan bhuta kala yang semula bersifat jahat/pengganggu manusia kemudian berubah sifat guna menolong dan membantu kehidupan manusia. Dalam lontar Sundarigama ada menerangkan antara lain:
Telasing acaru tumuli ngerupukanya tika ngemanlukan sarwa bhuia kala kabeh mwang umu ndurakena sasab merana, sarana obor-obor dening gent saperakpak, semburni, masui, manira sarwa lelulakpenyengker agung, iderin umah kadening gent ika “.
Arinya:
Setelah selesai melaksanakan caru, atau melaksanakan ngerupuk yaitu mengembalikan semua bhuta kala dan menghalau penyebab penyakit, caranya: obor-obor dengan api daun kelapa kering, semburan mesuwi, dimantrai dengan mantra penolak batas terbesan, mengelilingi rumah dengan api tersebut.
Dengan berkeliling sebanyak tiga kali sambil membawa obor tersebut bertujuan untuk mengusir roh jahat dan tentunya tidak lagi mengganggu kehidupan manusia. Selain itu ada lagi penggunan api upacara yang disebut api tetimbung. Bentuk api tetimbung dibuat sedemikian rupa dan potongan batang bambu sejumlah tiga batang masing-masing ujung ruasanya dibiarkan. Kemudian dalam rangkainnya dengan Yajna, potong bamboo itu lalu dibakar dengan api sehingga dapat mengeluarkan bunyi/ letupan suara yang meledak dan suara ledakan inilah yang dinamai tetimpug. Tujuannya adalah mementingkan apinya ditambah suara ledakanya dengan fungsi bahwa api api sebagai pembasmi kekotoran dan pengusir roh-roh jahat. Penggunaan jenis sarana api tetimpung ini biasanya dilakukan pada saat mabyakala atau mabyakawon serta ada pula dalam rangkaian upacara bhuta Yajna.
d. Api sebagai saksi upacara dalam kehidupan
semua sarana api digunakan dalam upacara agama baik yang berupa dhupa, dipa,api takep, pasepan, api tetimpug, dan yang sejenisnya merupakan saksi upacara atau pemimpin upacara. Dalam umat Hindu melakukan persembahyangan, maka api dhupalah yang dipakai sebagai saksinya, sedangkan asapnya melambangkan arahnya jalan pikiran untuk menyembah Hyang Widhi menuju ke arah akasa dengan penuh kesucian. Kemudian dalam penggunaan Sanggar Surya yang ditempatkan dibagian sudut yang mengarah Gunung dan Sinar Matahari, juga merupakan saksi dalam upacara, oleh karenanya disebut dengan Sanggar Pesaksi yang fungsinya sebagai lambing stana Dewa Siwa Raditya yang turut menyaksikan pelaksanaan upacara. Sanggar Surya terkadang juga dinamai Sanggar Tawang berarti kekuatan, kata Tawang (bahasa kawi) Artinya: langit. Dengan pengguraian Saunggar Tawang berarti kekuatan api Brahman (Raditya/matahari) yang dipancarkan melalui akasa/langit juga merupakan saksi dalam pelaksanaan upacara Yajna.
Om adityasya-Pararnjyoti, rakta tejo narno stute, eweta-pangkaja madhavaste. Bhaskara namo ‘stute. Om Pranatnya Bhaskara Dewam, sarwa kleca wicanam. Pranamyaditva-Ciwartham, mukti-mukti-warapradam. Om rah sah Parama Ciwaditya “, (Upadeca:7).
Artinya:
O, Hyang Widhi, hamba sembah Hyang Widhi dalam manifestasinya sinar surya yang merah cemerlang, berkilauan cahaya-Mu Engkau putih suci, bersemayam di tengah-tengah laksana teratai, Engkaulah, Bhaskara (sumber cahaya), yang hamba puja selalu.
O, Hyang Widhi, Cahaya sumber segala sinar, hamba menyembah-Mu agar segala dosa dan kotoran yang ada pada jiwa hamba menjadi sinar Nasa. Karena Dikau adalah sumber bhukti dan mukti, kesejahteraan hidup jasmani dan rohani.
Hamba memuja-Mu, O Hyang widhi Paramaciwa-Aditya.
Demikanlah sebuah mantara suci yang sering mengiringi persembahyangan yang ditujukan kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Hyang Aditya yang menguasai apinya matahari sebagai pancaran api Brahman yang turun menyaksikan persembahkan berupa Yajna, dengan harapan agar segala penderitan, kekotoran hamba-Nya dapat terhapukan, serta dianugrahkan kesejahteran lahir dan batin. Selain uraian diatas yang telah banyak membahas fungsi sebagai sarana upacara Yajna, maka berikut ini berdasarkan sumber kitab suci weda menegaskan berapa fungsi dan kedudukan api sebagai sarana upacara Yajna, antara lain :
a. Api (agni) berfungsi sebagai Dewa yang paling utama.
b. Api yang berfungsi sebagai saksi dalam sumpah dan persembahyangan.
c. Api yang berfungsi sebagai pendeta ( Purohito) yang akan melakuakan tugas-tugas kependetan dalam upacara yang dilakukan oleh manusia.
d. api sebagai ahli upacara, ahli Weda (Jata Weda) yang memberi inspirasi kepada para pendeta dan para resi mengubah mantra.
e. Api (agni) berfungsi sebagai sarana duta atau utusan yang siap meneriama perintah dan Yajmana untuk mendatangkan para Dewa yang dikehendaki dalam upacara.
f. Api (agni) berfungsi sebagai mulut para Dewa dan semua kekuatan yang tidak kelihatan untuk menerima sesajen yang dipersembahkan untuk disantap.
g. Api sebagai pelindung dan pemberi kesejahtran bagi orang berumah tangga karena fungsinya didapur.
h. Agni berfungsi sebagai penjaga dan menguasai roh-roh yang akan mengganggu jalanya upacara.
i. Agni berfungsi sebagai pemberi tenaga atau kekutan kepada yang memakainya.
j. Api sebagai sarana penyucian benda-benda keramik atau logam mulia lainya.
k. Agni sebagai sarana penolak bala dan balik sumpah agar tidak mengenai diri dan lain-lainya.
Agama Hindu II, Gd. Pudja, M.A.,S.H., 167-168).

II.2.   Arti dan Fungsi Air dalam Yajna

Demikanlah pula bahwa air juga merupakan sarana dalam agama Hindu. Air sebagai sarana dalam agama sangat banyak digunakan dan memiliki fungsi yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan pelaksanan Yajna atau upacara agama Hindu bahwa air bukan lagi fungsi sebagai air biasa, tetapi air yang fungsinya sebagai sarana upacara agama memiliki fungsi sakral yang sering disebut dengan air suci. Sarana yang berupa apapun yang kita miliki dan yang kita persembahkan kehadapan tuhan Hyang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, hendaknya harus diingat selalu, agar sarana persembahan dimaksud diperoleh yang dipersembahkan dengan penuh ketulusan dan kesucian. Hal ini ada ditegaskan dalam kitab suci Bhagavadgita Bab IX sloka 26 yang berbunyi sebagai berikut :
Patram pusham phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati
Tad aham hhaktyauphritam
Asnami prahyatalmanah
Artinya:
Siapa saja yang sujud kepada Aku dan persembahan sehelai dau,
Sekuntum bunga, sebiji buah-buahan,
Seleguk air, Aku terima sebagai bhakti
Persembahan dan orang yang berhati suci.

Menyimak makna dan sloka diatas, maka sarana upacara agama yang kita persembahkan sebenarnya bukan dan jumlahnya yang banyak dan melimpah, serta sifatnya yang mengikat, namun yang perlu dapat perhatian utama adalah dasar dan persembahan itu sendiri yaitu kesucian hati.
Apabila persembahan hanya dengan sehelai daun sekuntung bunga, sebiji buah-buhan, dan dengan seteguk air yang disertai dengan kesucian dalam berYajna, maka persembahan yang demikian diterima oleh Tuhan. Sesungguhnya dalam memuja kebesaran Tuhan dengan tanpa sarana pun juga diterima, asalkan sipemuja dapat menumbuhkan suasana kesucian diri. Dalam sehari-harinya manusia sangat membutuhkan air. Air juga merupakan sumber kehidupan, sumber kebersihan, sumber kesehatan bagi manusia. Air sebagai sumber kehidupan bagi manusia juga disebut dengan Animlia. Dengan adanya air makna manusia dapat hidup dengan bersih, sehat, dan dapat mencapai ketenteraman.

Adapun syarat-syarat untuk memohon tirtha air suci ketentuanya adalah:
a. Pemohon harus sudah bersih lahir batin.
b. Berpakean yang khusus untuk hal-hal yang suci.
c. Menghadap kehadap kearah terbit matahari atau gunung setempat.
d. kedua tangan diangkat sampai keatas kepala dengan memegang suatu tempat khusus untuk air suci bersih bunga dalam air dan lupa sudah dinyalakan dipegan; (Upadeca:82).

Selanjutnya macam-macam tirtha kalau kita perhatiakan dalam kaitanya dengan pelaksanan Panca Yajna, maka jenisnya dapat dibedakan menjadi:
a. Tirta Pembersihan
b. Tirtha Pengelukatan
c. Tirhta Wangsuhpada/banyun cokor/kekuluh
d. Tirtha Pemahan
e. Tirtha Penembak
f. Tirta Pengentas
(Air dan Fungsi sarana Persembahyangan. Drs. I Kt Wiana : 1994)

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian atau pembersihan
Setiap sarana persembahan atau Yajna yang kita haturkan hendaknya kita terlebih dahulu sisucikan agar persembahan itu dapat diterima dengan penuh kesucian. Maka dalam hal ini yang menjadi sarana untuk menyucikan biasanya digunakan karena berupa air suci atau tirtha, oleh karena air suci atau tirtha sebagai lambang penyucian atau pembersihan. Namun demikian sebelumnya airpun yang digunakan sebagai penyucian hendaknya disucikan pula.
b. Tirtha berfungsi sebagai pengusir alam pencipta
Dengan memercikkqn tirtha sebuah Yajna menjadi persembahan yang memiliki nilai spiritual dan menjadi suci adanya. Tirtha juga dapat memberikan kehidupan pada Yajna yang kkita persembahkan serta dapat memiliki nilai magis. Yajna yang suci dapat mendatangkan dan menyatukan kehidupan manusia dengan alam Tuhan atau dengan Hyang Pencipta.
c. Tirha berfungsi sebagai pemelihara
Dalam kehidupan ini sesungguhnya mengharapkan adanya, ketenangan, kenyaman, kesejahteraan dalam hidup ini. Secara lahir dan batin diupayakan untuk tercapainya suatu kebahagian yang abadi dan yang berkesinambungan. Termasuk juga ciptaan yang lainnya di alam semesta ini memerlukan kesenambungan dan kelestariannya. Antara suatu kehidupan dengan kehidupan yang lainnya ada yang memelihara dan pelihara, ada yang melindungi da nada yang dilindungi, serta ada yang diawasi da nada yang mengawasi. Dengan demikian bahwa dalam kehidupan di dunia ini senantiasa adanya kebersamaan antara yang satu dengan yang lainnya.

II.3. Arti dan Fungsi Bunga Dalam Upacara Yajna

Setelah diuraikan mengenai api dan air sebagai sarana upacara yajna pada uraian dalam kegiatan belajar satu, maka pada bagian ini akan diuraikan mengenai arti dan fungsi bunga sebagai sarana upacara Yajna. Bunga merupakan sarana pokok dan sangat banyak digunakan dalam membuat Yajna. Sarana berupa bunga memiliki peranan yang sangat penting untuk kelengkapan dan kesempurnaan suatu persembahan atau Yajna. Baik yang digunakan untuk pelaksanaan Yajna.
Kemudian dalam kepentingan yang lainnya, bunga juga dipakai sebagai suatu hiasan untuk menumbuhkan suasana keindahan dan menciptakan suasana kenyamanan dalam suatu kegiatan tertentu, baik dalam lingkungan keluarga, aktivitas kemasyarakatan, kegiatan hiburan, kegiatan hari raya Nasional kegiatan pesta perkawinan, kunjungan pada tempat-tempat tertentu. Dan sebagainya. Dalam persembahyangan bersama ataupun persembahyangan yang dilakuakan secara perseorangan, biasanya mempergunakan kwangen yang terbuat dari sebuah kojong dan daun pisang atau daun kelapa muda/janur yang di dalamnya diisi porosan silih asih, dihiasi dengan bunga, pelawa,cili,serta diisi uang kepeng. Masing masing perlengkapan itu mengandung arti, tangan symbol ongkara, kojong symbol arda candra, uang symbol windu dan bunga atau juga pelawa symbol nada.
Dalam persembahyangan bersama/perseorangn biasanya melakukan persembahyangan secara umum sebanyak lima kali yang disebut Panca Sembah. Adapun rincian Panca Sembah antara lain:
a. Sembah Puyung atau Sembah dengan cakupan tangan kosong yang tujuannya memohon ketenangan dan kesucian jiwa.
b. Sembah yang kedua dengan memakai bunga ditunjukan pada Hyang Siwa Raditya yaitu menifestasi Hyang Widhi sebagai matahari untuk menyaksikan, untuk mengantarkan sembah kita. Buanga yang digunakan adalah bunga yang berwarna merah atau buanga lainnya.
c. Sembali yang ketiga dengan memakai bunga atau kwengen ditunjukan kepada Hyang Widhi untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan hidup.
d. Sembah yang keempat dengan memakai kwangen ditunjukan ke Hyang Widhi untuk memohon wara nugraha-Nya.
e. Sembah kelima adalah sembah tangan kosong, dengan tujuan untuk menghaturkan rasa terima kasih atas anugerah-Nya.

II.4. Arti dan Fungsi Buah (Biji) dalam Upacara Yajna

Buah-buahan atau biji-bijian juga merupakan sebagai sarana dalam upacara Yajna. Jenis buah-buahan atau biji-bijian banyak digunakan oleh umat Hindu sebagai persembahan dan sebagai wujud rasa terima kasih ke hadapan hyang Wudhi, yang Maha Pengasih dan Maha pemberi. Apa yang kita miliki itulah dipersembahkan. Hasil karya berupa buah dan biji-bijian, sebenarnya merupakan anugrah Tuhan, dan perlu disadari bahwa segala yang ada merupakan ciptaan-Nya. Sarana persembahyangan berupa buah-buahan dan biji-bijian hendaknya dipersembahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan selalu dalam keadaan sukla atau suci.
Di antara jenis buah-buahan yang paling sering digunakan sebagai sarana upacara Yajna, seperti buah kelapa, buah pisang, dan buah pinang. Pisang juga sering digunakan, seperti pada porosan silih asih bahwa buah pinang melambangkan Hyang Brahma. Adapun buah pisang dan buah-buahan yang lainnya banyak digunakan sebagai sarana upakara Yajna, untuk membuat berbagai jenis upakara yang diperlukan termasuk untuk membuat “gebogan”, canang mereka, dan sebagainya.
Sedangkan penggunaan biji-bijian berupa kacang-kacangan bisa dibuat rerasmen yang terdiri dan jenis kacang-kacangan, sesaur/serundeng, telur, ikan teri,sambal, semuanya itu digoreng, biasanya ditambah terung, mentimun, dan garam, rerasmen ini sebagai symbol sumber kehidupan. Penggunaannya dilakuan pada hari raya Galungan, kuningan dan lain-lainnya. Persembahan ini menunjukkan cinta kasih dan rasa bakti ke hadapan Hyang Widhi.

II.5. Arti dan Fungsi Waktu dan Tempat dalam Upacara Yajna

Dalam persembahyangan umat Hindu kita akan mengenal waktu dan tempat yang disebut “kalapatra” kala yaitu tempat dan patra adalah waktu berarti kalepatra adalah tempat dan waktu, yang perlu dilakukan dalam upacara Yajna agama Hindu. Kita sering melihat orang dibali saat akan melakukan upacara mereka pasti akan mencari waktu yang tepat untuk melaksanakan Yajna, orang bali juga akan mencari tempat dimana tempat yang benar-benar baik untuk melaksanakan upacara Yajna.



BAB III 

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Sarana yang berupa apapun yang kita miliki dan yang kita persembahkan kehadapan tuhan Hyang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, hendaknya harus diingat selalu, agar sarana persembahan dimaksud diperoleh yang dipersembahkan dengan penuh ketulusan dan kesucian. Hal ini ada ditegaskan dalam kitab suci Bhagavadgita Bab IX sloka 26 yang berbunyi sebagai berikut :
Patram pusham phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati
Tad aham hhaktyauphritam
Asnami prahyatalmanah
Artinya:
Siapa saja yang sujud kepada Aku dan persembahan sehelai dau,
Sekuntum bunga, sebiji buah-buahan,
Seleguk air, Aku terima sebagai bhakti
Persembahan dan orang yang berhati suci.

Menyimak makna dan sloka diatas, maka sarana upacara agama yang kita persembahkan sebenarnya bukan dan jumlahnya yang banyak dan melimpah, serta sifatnya yang mengikat, namun yang perlu dapat perhatian utama adalah dasar dan persembahan itu sendiri yaitu kesucian hati.
Apabila persembahan hanya dengan sehelai daun sekuntung bunga, sebiji buah-buhan, dan dengan seteguk air yang disertai dengan kesucian dalam berYajna, maka persembahan yang demikian diterima oleh Tuhan. Sesungguhnya dalam memuja kebesaran Tuhan dengan tanpa sarana pun juga diterima, asalkan sipemuja dapat menumbuhkan suasana kesucian diri.

III.2. Saran

Materi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan yang tidak disengaja, sehingga diharapkan para pembaca semua memiliki suatu tolak ukur untuk mengambil hal-hal yang positif dari makalah ini. Hingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan dan mampu digunakan untuk menerangi jalan kita menuju kebenaran. Sebagai generasi umat Hindu, seharusnya mampu melestarikan dan melaksanakan setiap acara keagamaan dan budaya yang telah berlangsung/berjalan di negeri ini.








Putra, Ny. I Gst Ag. Mas, Upakara Yajna, 1984, kanwil Departemen Agama Prop Bali
Pudja,G, Bhagavadgita, Departemen Agama, Jakarta, 1985
Pudja,G, Sarassamucaya, departemen Agama, Ri,1985
Pudja, G, Manawadharmasastra, Dpartemen Agama , Ri, 1983
Putra, I Gst. Ag.Gd., Alat-alat Upacara, Kanwil Departemen Agama Propinsi Bali
Pudja, G Sadia, W.,Rg Weda Mandala I, Departemen Agama Ri, 1979
Titib, I Made, Weka Walaka, Dharma Nusantara Bahagia, 1986
Kaler , I Gusti Kt., Tuntunan Muspa Bagi Umat Hindu, Pemuda Bali, 1989
Wiana, I Kt., Arti dan Fungsi Sarana Persembahyangan, Wisma Karma, Jakarta, 1987
Wiana, I Kt., Acara III, Mayasari,Jakarta, 1985
Wijaya, I Gde, Upacara Yajna Agama Hindu, Setia Kawan, 1981


Sumber : Buku Modul Acara Agama Hindu
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
Comments
0 Comments